Langsung ke konten utama

#NGOPINIh 2

MERDEKA DALAM GENGGAMAN
oleh: Aldi Aishal (D0316006)


Tak terasa usia Negeri ini sudah 73 tahun lamanya lahir di kanca internasional. Semakin lama kita pun menyadari begitu banyak perubahan yang terjadi di Negeri ini. Bermula ketika bangsa ini diuji dan harus berusaha dengan segala pengorbanan melawan para penjajah demi menempuh kata “Merdeka”, kemudian kini berjuang membangun dan mengokohkan berbagai infrastruktur dan suprastruktur supaya menjadi dasar bangunan yang lebih kokoh untuk Indonesia. Indonesia memang sedang berkembang. Berkembang dari segi sejarah, juga aspek kehidupan sosial, ekonomi serta budaya  nya. Sejarah mempelihatkan begitu banyak bangunan yang ada di Indonesia yang masih merupakan warisan Koloni. Kini, Indonesia sedang berjuang membangun insfrastruktur serta suprastruktur kebijakan yang nantinya mempengaruhi kehidupan masyarakatnya. Mulai dari pembangunan ruas-ruas jalan serta tol dan sarana transportasi demi memperlancar roda perekonomian, hingga kawasan ramah anak serta taman terbuka untuk memenuhi kebutuhan psikis rakyatnya.

Namun perkembangan ini, semata tidak terlepas dari adanya perubahan budaya. Budaya dalam masyarakat yang kini makin terpapar perubahan arus teknologi, dimana kini kehidupan dengan mudahnya diatur dengan digital (atau digital yang mengatur kehidupan?). Realitas seperti ini yang menimbulkan sarkasme Gadgetholic merembah di keramaian masyarakat kota pada umumnya. Pepatah mengatakan “Kemajuan suatu bangsa ada di genggaman para pemuda”. 73 tahun silam bahkan jauh beberapa tahun sebelum itu, masyarakat Indonesia setia menggenggam sebuah bambu yang pada ujungnya terdapat sisi runcing, untuk menjadi modal mengusir penjajah. Kini waktu berubah terasa cepat, masyarakat sudah tidak gemar menggenggam bambu runcing lagi. Mereka lebih memilih menggenggam gadget nya masing-masing bak pelengkap kehidupan.

Memang benar jika budaya teknologi memiliki sisi positifnya tersendiri, namun kita harus menyadari pula ada sisi negatif dibalik hal tersebut. Kedua hal ini saling menyirat tatkala ada perbedaan saat masing-masing sudut persepsi memandangnya. Salah satu yang merebah dengan cepat saat ini adalah komentar rakyat. Begitu banyak komentar yang terkesan mudah di lontarkan dengan jari jemari ketika menggenggam gadget. Kerap kali komentar yang terlantun tersebut berdampak negatif bagi seseorang ataupun sebagian. Sarkasme baru pun lahir; “Power of Netizen”.

Tak ada salah nya menjadi sarkastik di Dunia yang berkembag dengan cepat dan nampak skeptis ini. Terlebih, Indonesia menganut Demokrasi yang memberikan kebebasan dalam berpendapat (tak terlepas dari tanggungjawab nya). Lambat laun, budaya komentar sarkasme juga seperti sebuah gaya hidup yang dikorelasikan dengan sebuah bentuk baru intelektualitas. Mungkin realitas seperti ini dipengaruhi oleh adanya pandangan bahwa “siapa yang dapat memainkan kata-kata bisa memegang dunia”.

Tapi tidak selamanya juga budaya komentar sarkasme itu dapat ditoleransi. Terlebih di hari perayaan ulang tahun Negara ini yang ke 73. Banyak bentuk cibiran yang sarkastik muncul dalam kata; “kemana saja kamu yang biasanya tak peduli Negara, tahu-tahu sekarang bicara kemerdekaan, kalian kan biasanya hanya bicara cinta-cintaan, pahitnya kehidupan, serta tempat nongkrong yang asyik”. Sebaliknya, kata-kata seperti itu harus ditampis keberadaannya. Justru ada bagusnya, rupanya diantara kehidupan mereka yang terbilang begitu ‘berat’ nan ‘asyik’ tersebut, masih ada secercah tempat untuk mengingat Negara kita yang merdeka. Pun, di hari merdeka kita bisa apa selain menghadirkan euforia?.

Jika berbicara kemerdekaan di hari kemerdekaan itu dibilang sok Nasionalis. Bukankah orang yang berbicara kemerdekaan di hari kemerdekaan itu sama saja dengan membicarakan natal di hari natal? Atau ketika membicarakan lebaran di hari lebaran?. Sejauh ini, kata-kata “sok religius” belum terdengar ketika natal maupun lebaran.

Pada realitas seperti itu, jika sarkastik terus dibiarkan, lama-kelamaan yang ditakutkan ialah publik jadi malas bicara Nasionalisme karena terus dikritik sebagai Nasionalisme latah. Lantas apa yang salah dengan Nasionalisme latah?. Padahal Nasionalisme latah sendiri menunjukan bahwa jauh di bawah alam sadar orang yang nampak tidak perduli, ternyata justru masih ada tempat untuk Merah Putih dan Garuda. Jika budaya komentar sarkastik dapat memecah belah bangsa, maka berhenti melakukannya adalah keharusan, bukan pilihan. Karena mengisi kemerdekaan bukan hanya sekedar menikmati kebebasan nya, tetapi juga melanjutkan perjuangan kesatuan dan persatuan nya.

Hanya ada satu Negara yang pantas menjadi Negara ku. Ia tumbuh dengan perbuatan, dan perbuatan itu adalah perbuatan ku.” – Mohammad Hatta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TWIBBON SOSIOLOGI

KETERANGAN : The sociological imagination enables its prossessor to understand the larger historical scene in terms of its meaning for the inner life and the external career of a variety of individuals. -C. Wright Mills-  Hello, I'm (your name) proud to be a part of Sociology at Sebelas Maret University, and I'm ready to support PKKMB FISIP UNS 2017 "Sociology is all around you and you are all Sociology"  #KELUARGAHIMASOS #PKKMBFISIPUNS2017 #SosiologiUNS2017 Gambar 1 STEP ATAU LANGKAH2 MENGGUNAKAN TWIBBON : 1. DOWNLOAD 'Gambar 1' atau twibbon sosiologi 2. COPY PASTE 'KETERANGAN' , MASUKKAN NAMA KALIAN MASING2 DAN JANGAN LUPA JUGA HASTAG YANG SUDAH DISEDIAKAN sebagai caption di instagram 3. EDIT foto kalian (bebas) dengan 'Gambar 1' atau twibbon yang sudah didownload 4. POSTING FOTONYA KE INSTAGRAM DAN JANGAN LUPA PAKE 'KETERANGAN'  BESERTA NAMA LENGKAP KALIAN SEBAGAI CAPTION DAN HASTAGNYA. ...

LEBIH DEKAT BERSAMA HIMASOS #SOLIDARITAS

HIMASOS FISIP UNS merupakan kegiatan mahasiswa Sosiologi yang bertuuan untuk menampung aspirasi maupun informasi dari mahasiswa untuk sesama mahasiswa sosiologi itu sendiri.  Sama halnya dengan himpunan yang lain, HIMASOS juga dibajibkan untuk mampu menjadi fasilitas bagi pengembangan wawasan akademik yang menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan mahasiswa. HIMASOS FISIP UNS memiliki 4 divisi, yaitu: Penelitian dan Pengembangan Program Studi Sososiogi memiliki elemen yang tidak dapat dilepaskan yakni penelitian. Untuk menjawab kebutuhan yang memang melekat erat dalam kehidupan perkuliahan bagi para mahasiswa sosiologi, HIMASOS memiliki satu divisi yang memang mengkhususkan diri ke dalam ranah tersebut yakni Divisi Penelitian dan Pengembangan. Masyarakat merupakan objek kajian sosiologi yang tentu saja dapat serta merta menjadi laboratorium yang dapat digali serta diolah informasinya.  Melalui Divisi ini, diharapkan bisa menjadi wadah bagi Mahasiswa Sosiologi untuk sal...

Diskusi Isu : THR Sriwedari "Tutup"

Apa yang pertama kali kalian pikirkan jika kalian mendengar bahwa ada berita jika sebuah taman hiburan akan ditutup? Apa yang pertama kali kalian rasakan bahwa taman hiburan itu adalah sebuah taman legendaris di mana sudah sekitar 32 tahun dibuka untuk hibura rakyat? Ya! Mungkin hal itu sangat disayangkan oleh masyarakat sekitar Taman Hiburan Rakyat (THR) Sriwedari Sehubungan dengan adanya hal ini, bidang 2 HIMASOS FISIP UNS mengadakan diskusi akan penutupan THR Sriwedari di mana THR ini sangat digemari oleh masyarakat. Mulai dari hiburan musiknya, band musik yang dari dulu lagu-lagunya selalu menarik untuk didengarkan dan tidak pernah membosankan "KOESPLUS". HIMASOS FISIP UNS mengundang : 1. Perwakilan Komunitas Musik Sriwedari (Koesplus, Rock dan Dangdut) 2. Perwakilan Marketing Sriwedari Selama diskusi berlangsung, tamu undangan   lebih banyak membahas kenangan yang ada selama mereka bekerja atau mengisi sebuah acara di THR Sriwedari. Selama sekitar 32 tahun...