Benarkah kita sudah Merdeka
FEATURED
“Tujuh belas agustus tahun empat lima, itu lah hari
kemerdekaan kita… hari merdeka, nusa dan bangsa… hari lahirnya bangsa
indonesia”
17 Agustus 1945
Bangsa Indonesia dihadapkan pada titik awal perubahan jati
diri mereka. Sebuah bangsa, yang dahulu dijajah, ditindas, dan tidak bisa
menentukan nasibnya sendiri, hari itu berubah menjadi bangsa yang merdeka,
ditandai dengan pembacaan naskah proklamasi oleh Ir.Soekarno, di kediamannnya,
Jalan Pegangsaan Timur no. 56, Jakarta.
Kala itu, bangsa Indonesia mampu menunjukkan kepada dunia
bahwasanya mereka bisa menentukan nasibnya sendiri. Serangkaian peristiwa
pasca-kemerdekaan pun tidak mampu meruntuhkan kedaulatan NKRI lagi. Kala itu
juga, ada istilah di Indonesia yang terkenal yaitu “Berdikari” (Berdiri diatas
kaki sendiri). Istilah tersebut dipopulerkan oleh Ir.Soekarno. Istilah ini
jelas bukan hanya sekedar cuap-cuap semata. Menurut Ir.Soekarno, ia ingin
menunjukkan bahwasanya Indonesia bisa se-eksis Amerika Serikat atau Uni soviet,
2 negara adidaya saat itu. Soekarno seolah-olah juga ingin memamerkan bahwa
baik dari segi sipil, ekonomi, maupun militer, bangsa Indonesia bisa menyaingi
2 negara tersebut.
17 Agustus 2018
Tepat 73 tahun setelah hari kemerdekaan, sudahkah bangsa
Indonesia bisa dikatakan “Berdikari”? Mungkin sebagian rakyat kita akan berkata
sudah, dan sebagian lainnya akan berkata belum. Dan itu adalah hal yang wajar,
artinya dalam keberjalanannya, Indonesia belum bisa “dinikmati” oleh seluruh
warganya.
Ya, serangkaian permasalahan masih mendera negeri kita
tercinta. Di kulon progo, Jogjakarta misalnya, masih ada banyak sekali orang
orang yang menderita karena tanahnya dirampas oleh aparat keamanan suruhan
pemerintah yang ingin mengalih fungsikan lahan lahan pertanian menjadi lahan
untuk keperluan bandara. Padahal di waktu yang hampir bersamaan, kala itu
muncul pemberitaan bahwa Indonesia mengimpor ribuan ton beras.
Di sektor pendidikan, masih banyak orang yang tidak mampu
bersekolah hingga ke jenjang perguruan tinggi dikarenakan mahalnya biaya UKT.
Di sektor ekonomi nilai mata uang rupiah juga masih ada di kisaran 14.500-an.
Pun dengan sektor sektor lain yang masih memerlukan sedikit banyak perbaikan.
Namun, 73 tahun bukan waktu yang sebentar, pembangunan di
Indonesia pun masih terus berlanjut. Era demi era berlalu dengan segala
kelebihan dan kekurangannya meninggalkan bekas sejarah yang menjadi acuan bagi
anak bangsa berikutnya untuk meningkatkan hal-hal yang masih belum bisa
dimaksimalkan di era yang akan datang
17 Agustus 2045
Tepat di 100 tahun kemerdekaan Indonesia, harapan penulis
hanya ada 2. Pertama, saya berharap saya masih hidup. Mengapa? Karena Indonesia
diperkirakan akan memiliki bonus demografi yang apabila dimanfaatkan dengan
baik, bisa membawa bangsa ini lebih maju. Mungkin saja julukan “Macan Asia”
yang dulu pernah tersemat kepada bangsa ini, akan kembali terdengar nyaring.
Atau, bukan tidak mungkin julukan itu akan berubah menjadi “Macan Dunia” dan
gaungnya akan terdengar hingga ke seluruh pelosok bumi ini.
Bagaimana caranya? Dimulai dari pendidikan yang kuat sedari
dini, penanaman akhlak, moral dan karakter bangsa Indonesia yang bersifat
ketimuran diharapkan akan mencetak generasi penerus yang ideal bagi bangsa ini.
Lalu, anak-anak bangsa yang sudah berkarakter tadi diproyeksikan untuk menjadi
pemimpin-pemimpin untuk bangsa ini sehingga istilah “Berdikari” itu kembali
bisa terdengar dan tidak hanya sekedar istilah belaka, itulah harapan saya yang
kedua.
.
BalasHapusANAK SULUNG ITU TELAH PERGI SELAMANYA
.